Senin, 06 Juli 2015

Wakaf: Meningkatkan Kesejahteraan dan Kemandirian Ummat

Oleh : Ahmad Dzawil Faza, SEI

dakwatuna.com – Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan kesejahteraan umatnya. Kesejahteraan itu dapat diwujudkan, salah satunya, dengan memaksimalkan potensi wakaf. Di Indonesia sendiri, wakaf sudah memiliki payung hukum, yaitu Undang–Undang Nomor 41 tahun 2004. Potensi wakaf di Indonesia kurang lebih mencapai Rp 20 triliun, bahkan lebih. Hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama dan Badan Wakaf Indonesia serta para ulama, adalah bagaimana kesadaran masyarakat tentang wakaf dapat terbangun dengan baik. Salah satu caranya, dengan mengadakan sosialisasi dan edukasi mengenai wakaf secara rutin dan berkesinambungan.
Saat ini, pengelolaan wakaf sudah dilakukan secara modern dan profesional oleh seorang nadzirNadzir dapat berupa perorangan, yayasan, atau badan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang memahami bahwa wakaf hanya untuk masjid, sekolah, makam, dan majelis taklim. Selanjutnya, dengan adanya undang–undang wakaf, maka wakaf dari masyarakat dapat dikelola secara profesional yang mengarah kepada wakaf produktif. Wakaf produktif bertujuan untuk memanfaatkan wakaf agar wakaf tidak hanya berhenti pemanfaatannya. Akan tetapi dapat menghasilkan keuntungan yang berguna bagi kemajuan dan kemandirian masyarakat. Contoh wakaf produktif yaitu untuk pembangunan ruko, rumah sakit, apartemen, rumah sewa, dan lain sebagainya yang tidak bertentangan dengan syari’ah Islam. Kemudian, hasil dari pemanfaatan tersebut (keuntungan) dapat dialokasikan untuk kepentingan sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari wakif (yang berwakaf).
Dengan mengoptimalkan seluruh potensi wakaf, maka insya Allah kesejahteraan dan kemandirian umat dapat terwujud. Kemiskinan dan ketidaksejahteraan ini terjadi karena tidak adanya kesadaran seluruh pihak, bahwa manfaat wakaf yang dikelola secara modern dan profesional dapat membawa kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.
Oleh karena itu, Pemerintah dan badan yang berwenang berperan aktif dalam menggiatkan wakaf produktif dengan agenda dan program–program yang mudah diterima di tengah masyarakat. Untuk selanjutnya memaksimalkan wakaf yang ada di Indonesia serta dikelola oleh nadzir yang amanah, kompeten, dan profesional, maka diharapkan tidak hanya sebatas wakaf. Akan tetapi dapat memberikan banyak manfaat. Khususnya kepada masyarakat dhuafa’. Wallahu A’lam.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/12/52988/wakaf-meningkatkan-kesejahteraan-dan-kemandirian-umat/#ixzz3f5Dy1mgO 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Kamis, 02 Juli 2015

Wakaf Dan Ekonomi Hijau


Wakaf yang dimaksud dalam tulisan ini adalah wakaf produktif. Sesuai dengan asal kata wakaf sendiri, secara bahasa memiliki arti yaitu menahan, mencegah, menghentikan, dan berdiam di tempat. Secara istilah wakaf menurut sebagian ulama yaitu menahan harta yang dapat dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan barangnya, terlepas dari campur tangan wakif atau lainnya, dan hasilnya disalurkan untuk kebaikan semata – mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan menurut UU No. 41 Tahun 2004 wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta benda miliknya dan melembagakannya untuk selama – lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Kemudian kata produktif sendiri sesuai dengan kamus bahasa Indonesia mimiliki arti mampu menghasilkan, menguntungkan, dan memberi manfaat. Sehingga wakaf produktif dapat didefinisikan menahan atau memisahkan sebagian harta untuk dapat dimanfaatkan dan dapat menghasilkan keuntungan (surplus wakaf) untuk selanjutnya dapat diberikan kepada orang yang membutuhkan. Saat ini potensi wakaf di Indonesia sendiri cukup besar, misalkan jumlah penduduk muslim di Indonesia yang sadar dan mau berwakaf produktif berjumlah 10.000.000 (sepuluh juta) orang, dan setiap orang berwakaf Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) per bulan, maka dalam satu tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp.12 triliun, dan seterusnya. Maka tidak heran, jika salah satu instrumen ekonomi Islam ini digunakan, selain mendapatkan pahala berwakaf yang terus mengalir, juga akan dapat membantu memecahkan permasalahan perekonomian ummat yang saat ini sangat memperhatinkan. Mengapa wakaf hanya salah satu dari intrumen ekonomi Islam, karena masih banyak instrumen – intrumen ekonomi Islam yang juga memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian ummat diantaranya, lembaga keuangan syariah, zakat, lembaga keungan mikro syariah (BMT), bisnis syariah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, disini lebih ditekankan kepada potensi wakaf produktif untuk membangun perekonomian ummat.
Ekonomi hijau merupakan istilah bagi perekeonomian yang sudah atau baru menuju kondisi stabil. Ekonomi hijau disini dapat bermula dari usaha  - usaha mikro,usaha rumahan (home industry), atau industri kreatif. Apakah wakaf produktif dapat menumbuhkan usaha – usaha tersebut ? jawabannya insyaAllah bisa selama dana wakaf tersebut dikelola dengan amanah dan profesional oleh lembaga nadzir. Seperti contoh, misalkan dana wakaf produktif yang terkumpul sebesar Rp.12 triliun dibangunkan sebuah apartemen di tengah kota atau rumah sakit Islam bertaraf internasional, maka hasil dari usaha tersebut yang menjadi surplus wakaf dapat digunakan untuk pengembangan sektor ekonomi mikro sebagai pinjaman kebaikan (qardhul hasan) atau dengan metode bagi hasil (mudharabah, musyarakah). Di samping ummat Islam memiliki asset sendiri yang berupa bangunan atau sejenisnya, mereka yang berwakaf juga dapat membantu sesama yang membutuhkan.
Pemerintah Indonesia sudah memberikan informasi bahwa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan berlangsung mulai akhir tahun 2015. Hal ini menandakan persaingan baik dari segi ekonomi, budaya, SDM, dan teknogi terbuka lebar bagi seluruh masyarakat ASEAN. Apalagi ditambah beberapa kebijakan pemerintah saat ini yang pro terhadap asing, maka pondasi dasar perekonomian Indonesia harus kuat. Jika daya saing dan daya beli masyarakat kuat, maka insyaAllah tujuan bersama yaitu falah (kebahagiaan) baik di dunia maupun akhirat akan segera terwujud.

Wakaf produktif insyaAllah akan dapat menjadi salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan perekonomian bangsa Indonesia, dengan syarat yaitu pertama harus ada dukungan penuh dari pemerintah, dewan legeslatif, dan masyarakat Indonesia sendiri. Kedua, dana wakaf yang terkumpul dikelola oleh nadzir yang memiliki integritas dan profesional. Ketiga, program edukasi dan sosialisasi secara istiqomah dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan. Jika hal – hal tersebut dapat diperhatikan oleh semua pihak, maka Indonesia dapat tumbuh menjadi negara yang memiliki basis ekonomi Islam yang kuat dengan didukung perekonomian masyarakat yang kuat pula sehingga semuanya dapat tumbuh bersama dan kita dapat mengambil berkahnya. Wallahua’lam