Kamis, 03 Oktober 2019

Kompetensi Nadzir Dalam Pengelolaan Aset Wakaf


Oleh: Ahmad Dzawil Faza, S.E.I

Potensi wakaf di Indonesia yang sangat besar dapat tercapai dengan melibatkan seluruh pihak baik pemerintah, nadzir, dan masyarakat. Begitu pula dengan pengelolaan harta benda wakaf yang sudah ada juga harus dikelola dengan baik, amanah, dan professional serta harus ada kerjasama yang baik dari pemerintah, nadzir, dan masyarakat. Saat ini terdapat beberapa nadzir yang sudah mendapatkan izin operasional dari Badan Wakaf Indonesia untuk mengumpulkan dan mengelola harta wakaf. Lembaga nadzir tersebut sudah mulai bertransformasi dari pengelolaan tradisional beralih ke dalam system pengelolaan yang modern. Mereka bekerjasama dengan beberapa bank Syariah sebagai LKS-PWU untuk pengumpulan wakaf uang. Selain itu, juga dengan metode campaign yang sudah bekerjasama dengan beberapa marketplace, toko retail, Lembaga donasi online, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa Lembaga nadzir sudah melakukan beberapa inovasi dalam wakaf.
Dalam hal pengelolaan misalnya mereka sudah menggunakan studi kelayakan untuk memanfaatkan harta benda wakaf. Artinya Lembaga nadzir sudah merubah pola fikir pengelolaan wakaf ke arah produktif. Sebenarnya dari itu semua, yang menjadi fokus utama adalah bagaimana nadzir – nadzir tersebut memiliki kompetensi yang sesuai dan dibutuhkan dalam pengelolaan harta benda wakaf. Karena walaupun mereka sudah melakukan penyesuaian struktur organisasi (yang di dalamnya ada bagian pengembangan bisnis), akan tetapi masih ditemukan aset wakaf yang belum optimal dalam pengelolaannya. Misalnya, ada tanah yang sudah diserahkan wakif 15 (lima belas) tahun yang lalu, akan tetapi sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan baik. atau ada ruko yang dibangun menggunakan dana wakaf, akan tetapi karena tidak dilakukan studi kelayakan maka sampai saat ini tidak maksimal dalam menghasilkan suplus wakaf. Hal ini menandakan bahwa sudah seharusnya kompetensi nadzir perlu untuk terus ditingkatkan.
Dalam manajemen sumber daya manusia, kompetensi menjadi satu hal yang penting karena nadzir sesuai dengan peraturan yang ada dituntut untuk amanah dan professional. Tentunya kedua hal tersebut ada hubungan yang erat dengan kompetensi nadzir. Oleh karena itu, nadzir perlu dikembangkan baik dari soft competency maupun hard competency. Soft competency adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh nadzir yang disesuaikan dari level manager sampai dengan pelaksana. Misalnya adalah kepemimpinan, komunikasi, kemampuan memutuskan, empati, dan lain sebagainya. Kalau hard competency lebih ke keterampilan yang sesuai dengan masing – masing pekerjaan. Misalnya, bagian pengembangan bisnis, legal, keuangan, manajer investasi, dan lain sebagainya.
Dalam pengelolaan wakaf, lembaga nadzir juga harus memiliki kamus kompetensi yang mana itu dapat digunakan untuk mengevaluasi seluruh kompetensi nadzir. sehingga jika terdapat kompetensi yang kurang (gap competency) dapat dilakukan feedback baik dengan pelatihan, coaching, counseling, atau dalam bentuk lainnya. Sebagai contoh, bagian pengembangan bisnis harus memiliki kemampuan yang baik dalam menganalisis sesuatu agar harta benda wakaf dapat menghasilkan surplus wakaf sehingga dapat didistribusikan kepada mauquf ‘alaih secara optimal. Kemampuan analisis itu harus terus dilatih dan dapat dievaluasi melalui assessment test, sehingga nadzir tersebut dapat mengetahui kira-kira apa yang harus dikembangkan dari dirinya. Begitu juga dengan bagian yang lain. Memang ini membutuhkan biaya, akan tetapi insyaAllah hasilnya dapat bermanfaat untuk nadzir dan Lembaga wakaf itu sendiri.
Sampai sekarang hal tersebut masih menjadi PR bagi lembaga wakaf untuk mengembangkan kompetensi para nadzir. Lembaga wakaf dapat bekerjasama dengan konsultan HR untuk membantu membuat kamus kompetensi dan alur pengembangan pegawai. Karena nadzir adalah ibarat tumbuhan yang senantiasa harus disiram dan diberikan pupuk agar terus tumbuh berkembang. Dalam mewujudkan itu, perlu adanya komitmen dari pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Agama dan BWI untuk senantiasa membuat kegiatan yang dapat mendukung kemajuan nadzir. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti pelatihan, workshop, seminar nasional/ internasional, focus group discussion (FGD), lokakarya, studi banding, atau kegiatan lainnya.
Pada tahun 2018 kemarin sudah diselenggarakan forum wakaf nasional di Universitas Ibn Khaldun Bogor dengan tema “Konsolidasi Kebangkitan Wakaf Nasional”. Pada acara tersebut juga sudah disampaikan pentingnya kompetensi dalam pengelolaan harta benda wakaf. Akan tetapi, tindaklanjutnya masih belum maksimal dan nadzir wakaf belum seluruhnya bersatu untuk mewujudkannya.
Selain itu, pesan yang juga dapat disampaikan adalah calon wakif sebelum mengamanahkan hartanya kepada nadzir, maka yang perlu dilihat adalah rekam jejak nadzir dalam mengelola harta benda wakaf yang sudah ada. Apakah selama ini mereka amanah dan mengelola secara professional atau harta wakaf yang diamanahkan tidak dikelola dengan baik dan benar. Ini seharusnya menjadi pertimbangan wakif dalam menyalurkan harta wakafnya. Jangan sampai harta wakaf yang seharusnya potensial dan dapat menghasilkan surplus wakaf, tidak ada manfaat yang dihasilkan sama sekali.
Tantangan yang ada sekarang dan ke depan adalah bagaimana harta wakaf yang sudah diamanahkan oleh para wakif dapat dikelola dengan baik, amanah, professional, dan tentunya menghasilkan surplus wakaf yang manfaatnya dapat diberikan kepada beberapa sektor diantaranya pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial. Salah satu caranya yaitu dengan meningkatkan kompetensi nadzir baik soft competency maupun hard competency, sehingga nadzir saat ini tidak hanya memiliki kinerja yang baik akan tetapi juga dapat mengelola harta wakaf secara professional dan berorientasi kepada kemaslahatan ummat.