Oleh: Ahmad Dzawil Faza, S.E.I
Potensi wakaf di Indonesia yang sangat besar dapat tercapai dengan
melibatkan seluruh pihak baik pemerintah, nadzir, dan masyarakat. Begitu pula
dengan pengelolaan harta benda wakaf yang sudah ada juga harus dikelola dengan
baik, amanah, dan professional serta harus ada kerjasama yang baik dari
pemerintah, nadzir, dan masyarakat. Saat ini terdapat beberapa nadzir yang sudah
mendapatkan izin operasional dari Badan Wakaf Indonesia untuk mengumpulkan dan
mengelola harta wakaf. Lembaga nadzir tersebut sudah mulai bertransformasi dari
pengelolaan tradisional beralih ke dalam system pengelolaan yang modern. Mereka
bekerjasama dengan beberapa bank Syariah sebagai LKS-PWU untuk pengumpulan
wakaf uang. Selain itu, juga dengan metode campaign yang sudah
bekerjasama dengan beberapa marketplace, toko retail, Lembaga donasi online,
dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa Lembaga nadzir sudah melakukan
beberapa inovasi dalam wakaf.
Dalam hal pengelolaan misalnya mereka sudah menggunakan studi
kelayakan untuk memanfaatkan harta benda wakaf. Artinya Lembaga nadzir sudah
merubah pola fikir pengelolaan wakaf ke arah produktif. Sebenarnya dari itu
semua, yang menjadi fokus utama adalah bagaimana nadzir – nadzir tersebut
memiliki kompetensi yang sesuai dan dibutuhkan dalam pengelolaan harta benda
wakaf. Karena walaupun mereka sudah melakukan penyesuaian struktur organisasi (yang
di dalamnya ada bagian pengembangan bisnis), akan tetapi masih ditemukan aset wakaf
yang belum optimal dalam pengelolaannya. Misalnya, ada tanah yang sudah diserahkan
wakif 15 (lima belas) tahun yang lalu, akan tetapi sampai saat ini belum
dimanfaatkan dengan baik. atau ada ruko yang dibangun menggunakan dana wakaf,
akan tetapi karena tidak dilakukan studi kelayakan maka sampai saat ini tidak
maksimal dalam menghasilkan suplus wakaf. Hal ini menandakan bahwa sudah seharusnya
kompetensi nadzir perlu untuk terus ditingkatkan.
Dalam manajemen sumber daya manusia, kompetensi menjadi satu hal
yang penting karena nadzir sesuai dengan peraturan yang ada dituntut untuk amanah
dan professional. Tentunya kedua hal tersebut ada hubungan yang erat dengan
kompetensi nadzir. Oleh karena itu, nadzir perlu dikembangkan baik dari soft
competency maupun hard competency. Soft competency adalah kompetensi
yang harus dimiliki oleh nadzir yang disesuaikan dari level manager sampai
dengan pelaksana. Misalnya adalah kepemimpinan, komunikasi, kemampuan
memutuskan, empati, dan lain sebagainya. Kalau hard competency lebih ke
keterampilan yang sesuai dengan masing – masing pekerjaan. Misalnya, bagian pengembangan
bisnis, legal, keuangan, manajer investasi, dan lain sebagainya.
Dalam pengelolaan wakaf, lembaga nadzir juga harus memiliki kamus
kompetensi yang mana itu dapat digunakan untuk mengevaluasi seluruh kompetensi
nadzir. sehingga jika terdapat kompetensi yang kurang (gap competency)
dapat dilakukan feedback baik dengan pelatihan, coaching, counseling,
atau dalam bentuk lainnya. Sebagai contoh, bagian pengembangan bisnis harus
memiliki kemampuan yang baik dalam menganalisis sesuatu agar harta benda wakaf
dapat menghasilkan surplus wakaf sehingga dapat didistribusikan kepada mauquf
‘alaih secara optimal. Kemampuan analisis itu harus terus dilatih dan dapat
dievaluasi melalui assessment test, sehingga nadzir tersebut dapat mengetahui
kira-kira apa yang harus dikembangkan dari dirinya. Begitu juga dengan bagian
yang lain. Memang ini membutuhkan biaya, akan tetapi insyaAllah hasilnya dapat
bermanfaat untuk nadzir dan Lembaga wakaf itu sendiri.
Sampai sekarang hal tersebut masih menjadi PR bagi lembaga wakaf
untuk mengembangkan kompetensi para nadzir. Lembaga wakaf dapat bekerjasama
dengan konsultan HR untuk membantu membuat kamus kompetensi dan alur
pengembangan pegawai. Karena nadzir adalah ibarat tumbuhan yang senantiasa
harus disiram dan diberikan pupuk agar terus tumbuh berkembang. Dalam mewujudkan
itu, perlu adanya komitmen dari pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian
Agama dan BWI untuk senantiasa membuat kegiatan yang dapat mendukung kemajuan
nadzir. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti pelatihan, workshop, seminar nasional/
internasional, focus group discussion (FGD), lokakarya, studi banding,
atau kegiatan lainnya.
Pada tahun 2018 kemarin sudah diselenggarakan forum wakaf nasional
di Universitas Ibn Khaldun Bogor dengan tema “Konsolidasi Kebangkitan Wakaf
Nasional”. Pada acara tersebut juga sudah disampaikan pentingnya kompetensi
dalam pengelolaan harta benda wakaf. Akan tetapi, tindaklanjutnya masih belum maksimal
dan nadzir wakaf belum seluruhnya bersatu untuk mewujudkannya.
Selain itu, pesan yang juga dapat disampaikan adalah calon wakif
sebelum mengamanahkan hartanya kepada nadzir, maka yang perlu dilihat adalah
rekam jejak nadzir dalam mengelola harta benda wakaf yang sudah ada. Apakah
selama ini mereka amanah dan mengelola secara professional atau harta wakaf
yang diamanahkan tidak dikelola dengan baik dan benar. Ini seharusnya menjadi
pertimbangan wakif dalam menyalurkan harta wakafnya. Jangan sampai harta wakaf
yang seharusnya potensial dan dapat menghasilkan surplus wakaf, tidak ada
manfaat yang dihasilkan sama sekali.
Tantangan yang ada sekarang dan ke depan adalah bagaimana harta
wakaf yang sudah diamanahkan oleh para wakif dapat dikelola dengan baik,
amanah, professional, dan tentunya menghasilkan surplus wakaf yang manfaatnya
dapat diberikan kepada beberapa sektor diantaranya pendidikan, kesehatan, ekonomi,
dan sosial. Salah satu caranya yaitu dengan meningkatkan kompetensi nadzir baik
soft competency maupun hard competency, sehingga nadzir saat ini tidak
hanya memiliki kinerja yang baik akan tetapi juga dapat mengelola harta wakaf
secara professional dan berorientasi kepada kemaslahatan ummat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar