Kondisi keuangan dan perekonomian di
Indonesia saat ini telah menjadi perhatian bagi semua orang. Nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika yang semakin melemah hingga menembus angka Rp.14.000,-
per dollar Amerika dan inflasi berada di kisaran 7,5 %, membuat masyarakat
khususnya kelas ekonomi menengah ke bawah khawatir jika hal ini terjadi dalam
rentang waktu yang cukup lama. Harus ada solusi nyata dari pemerintah khususnya
untuk mengatasi permasalahan ekonomi kita saat ini. Selain diperlukan kerja
keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, juga diperlukan pula pemimpin yang aware
dan kompeten terhadap permasalahan ini.
Dalam sistem ekonomi Islam banyak
solusi yang telah ditawarkan untuk membuat perekonomian suatu negara stabil dan
sejahtera. Selain perbankan syariah dengan keperpihakannya terhadap sektor riil
dan bebas bunga, ataupun lembaga keuangan syariah non Bank, ada juga peran
Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf dalam pemberdayaan masyarakat yang kurang
mampu (dhuafa). Sebenarnya jika hal itu semua dapat dikelola dengan amanah,
profesional, dan kompeten, maka insyaAllah kondisi negara Indonesia akan
menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dalam hal ini akan coba dibahas
sedikit tentang kondisi wakaf uang di Indonesia. Sejak ada Undang - Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 serta beberapa Peraturan yang
dikeluarkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), wakaf uang sudah mulai diminati
dan dekat dengan masyarakat sehingga lahirlah beberapa lembaga pengelola wakaf
(nadzir) baik perorangan maupun badan hukum. Pemerintah dalam hal ini
diwakili oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) juga telah mengadakan kerjasama
dengan beberapa lembaga keuangan syariah untuk melakukan sosialisasi dan
penghimpunan wakaf dalam bentuk uang.
Sebanarnya jika potensi wakaf uang ini
dioptimalkan, maka akan dapat membantu masyarakat dan pelaku usaha mikro,
kecil, dan menengah dalam mencukupi kebutuhan sehari – hari dan dalam hal penyediaan
modal usaha. Karena yang digunakan adalah wakaf produktif, sehingga hasil dari
wakaf produktif itu yang akan dipakai untuk memajukan perekonomian masyarakat baik
dengan sistem pinjaman, bagi hasil atau yang lainnya yang sesuai dengan syariat
Islam.
Dalam Undang - Undang Nomor 41 Tahun
2004 pasal 28 disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak (berupa
uang) melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri. Disebutkan
juga dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 Tahun 2009 disebutkan bahwa
wakaf uang dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung yaitu melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS PWU)
yang sudah kerjasama dengan nadzir ataupun tidak langsung melalui ATM, mobile
Banking, net banking, dan lain sebagainya.
Akan tetapi kendala yang dihadapi langsung
di lapangan adalah kurangnya pemahaman dan koordinasi antara stakeholders
wakaf sendiri baik dari Kementrian Agama RI, BWI, LKS PWU, dan nadzir. Salah satu
contoh adalah tidak adanya ketegasan dari pihak Pemerintah dalam hal ini adalah
BWI terhadap LKS PWU yang tidak mengetahui tentang wakaf uang tersebut. Selain
itu, belum adanya lembaga penjamin syariah yang mau bekerjasama dalam hal
penjaminan asset - asset wakaf. Kemudian
dari LKS PWU sendiri belum adanya pemahaman tentang wakaf uang dari atas ke
bawah, sehingga nadzir kesulitan dalam penghimpunan wakaf uang.
Hal – hal tersebut di atas, diharapkan
dapat diselesaikan dengan baik dan bijaksana sehingga wakaf uang dapat berjalan
sesuai dengan peraturan - peraturan yang
berlaku. Harus ada koordinasi dan pertemuan semua pihak yang berkepentingan
sehingga dapat terjadi kesepakatan bersama yang hasilnya juga dapat
diinformasikan kepada seluruh pihak. Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar