Senin, 19 Oktober 2015

Belum Maksimalnya Wakaf Uang di Indonesia

Kondisi keuangan dan perekonomian di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian bagi semua orang. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang semakin melemah hingga menembus angka Rp.14.000,- per dollar Amerika dan inflasi berada di kisaran 7,5 %, membuat masyarakat khususnya kelas ekonomi menengah ke bawah khawatir jika hal ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama. Harus ada solusi nyata dari pemerintah khususnya untuk mengatasi permasalahan ekonomi kita saat ini. Selain diperlukan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, juga diperlukan pula pemimpin yang aware dan kompeten terhadap permasalahan ini.
Dalam sistem ekonomi Islam banyak solusi yang telah ditawarkan untuk membuat perekonomian suatu negara stabil dan sejahtera. Selain perbankan syariah dengan keperpihakannya terhadap sektor riil dan bebas bunga, ataupun lembaga keuangan syariah non Bank, ada juga peran Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf dalam pemberdayaan masyarakat yang kurang mampu (dhuafa). Sebenarnya jika hal itu semua dapat dikelola dengan amanah, profesional, dan kompeten, maka insyaAllah kondisi negara Indonesia akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dalam hal ini akan coba dibahas sedikit tentang kondisi wakaf uang di Indonesia. Sejak ada Undang - Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun  2006 serta beberapa Peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), wakaf uang sudah mulai diminati dan dekat dengan masyarakat sehingga lahirlah beberapa lembaga pengelola wakaf (nadzir) baik perorangan maupun badan hukum. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) juga telah mengadakan kerjasama dengan beberapa lembaga keuangan syariah untuk melakukan sosialisasi dan penghimpunan wakaf dalam bentuk uang.
Sebanarnya jika potensi wakaf uang ini dioptimalkan, maka akan dapat membantu masyarakat dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dalam mencukupi kebutuhan sehari – hari dan dalam hal penyediaan modal usaha. Karena yang digunakan adalah wakaf produktif, sehingga hasil dari wakaf produktif itu yang akan dipakai untuk memajukan perekonomian masyarakat baik dengan sistem pinjaman, bagi hasil atau yang lainnya yang sesuai dengan syariat Islam.
Dalam Undang - Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 28 disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak (berupa uang) melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri. Disebutkan juga dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 Tahun 2009 disebutkan bahwa wakaf uang dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS PWU) yang sudah kerjasama dengan nadzir ataupun tidak langsung melalui ATM, mobile Banking, net banking, dan lain sebagainya.
Akan tetapi kendala yang dihadapi langsung di lapangan adalah kurangnya pemahaman dan koordinasi antara stakeholders wakaf sendiri baik dari Kementrian Agama RI, BWI, LKS PWU, dan nadzir. Salah satu contoh adalah tidak adanya ketegasan dari pihak Pemerintah dalam hal ini adalah BWI terhadap LKS PWU yang tidak mengetahui tentang wakaf uang tersebut. Selain itu, belum adanya lembaga penjamin syariah yang mau bekerjasama dalam hal penjaminan asset  - asset wakaf. Kemudian dari LKS PWU sendiri belum adanya pemahaman tentang wakaf uang dari atas ke bawah, sehingga nadzir kesulitan dalam penghimpunan wakaf uang.

Hal – hal tersebut di atas, diharapkan dapat diselesaikan dengan baik dan bijaksana sehingga wakaf uang dapat berjalan sesuai dengan peraturan  - peraturan yang berlaku. Harus ada koordinasi dan pertemuan semua pihak yang berkepentingan sehingga dapat terjadi kesepakatan bersama yang hasilnya juga dapat diinformasikan kepada seluruh pihak. Wallahua’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar