Oleh Ahmad Dzawil
Faza
Pengelolaan wakaf produktif yang
dilakukan oleh beberapa lembaga nadzir yang ada harus dievaluasi dan
ditingkatkan terus menerus. Nadzir yang diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk
menghimpun dan mengembangkan harta benda wakaf harus dapat menunjukkan kinerja
yang optimal. Tidak hanya sekedar menerima harta benda wakaf dan mengembangkan begitu
saja kemudian diabaikan tanpa adanya pemeliharaan secara berkala terhadap harta
benda wakaf tersebut. Memang menjadi permasalahan klasik dan terus berulang
harta benda wakaf yang akhirnya rusak atau bahkan dari awal tidak ada rencana
atau studi terkait dengan pengembangan harta benda wakaf. Jika mengikuti perkembangan
zaman dan kemajuan berfikir manusia, seharusnya hal – hal tersebut sudah tidak
terjadi lagi.
Permasalahan yang lain yang dihadapi
dalam pengembangan harta benda wakaf adalah lembaga - lembaga nadzir yang ada masih saling egois,
berjalan dengan program pengembangan masing – masing atau bahkan berkompetisi membangun
sebuah asset yang besar. Sudah seharusnya ummat Islam khususnya di Indonesia
memiliki asset sendiri yang dihasilkan dari penghimpunan wakaf produktif dan
dikelola secara profesional. Seperti di negara tetangga Singapura yang sudah
menerapkan ini sejak beberapa tahun lalu.
Jika di dalam dunia perbankan dikenal
istilah pembiayaan sindikasi, maka dalam wakaf pun seharusnya ada program
jangka panjang yaitu pembangunan gedung baik apartemen, gedung perkantoran,
pusat perbelanjaan, atau lain sebagainya yang asset – asset tersebut dibangun
dari dana wakaf yang dikelola oleh gabungan lembaga – lembaga nadzir di
Indonesia. Kenapa harus gabungan beberapa nadzir (kolektif) ? karena melihat
kekuatan khususnya di dalam penghimpunan masing – masing nadzir masih sangat
terbatas, sedangkan dana yang digunakan untuk membangun asset - asset tersebut sangat besar, maka perlu
kerjasama oleh beberapa nadzir. Adapun untuk pengelolaan asset – asset tersebut
dapat dilakukan oleh pihak ketiga (manajamen gedung yang profesional) yang
ditunjuk oleh nadzir dengan perjanjian pengelolaan yang jelas dan saling
menguntungkan satu sama lain. Untuk selanjutnya, hasil atau surplus wakaf
tersebut dapat disalurkan ke dalam masing – masing program sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi masing – masing nadzir. Atau untuk distribusi surplus
wakaf dapat dilihat dari porsi penghimpunan wakaf masing – masing nadzir. Hal ini
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal, sehingga menghindari
terjadinya konflik dan lain sebagainya.
Badan yang berwenang dalam hal ini
adalah Badan Wakaf Indonesia (BWI) seharusnya melihat potensi ini dan mengajak
seluruh pihak khususnya nadzir – nadzir yang sudah berpengalaman untuk ikut
aktif dalam pengembangan harta benda wakaf secara kolektif. Ummat Islam sudah
saatnya memiliki asset wakaf sendiri yang didukung oleh semua pihak dan
hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat muslim sendiri baik untuk bidang
ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial, dan lain sebagainya.
Penerapan ini juga akan sangat
membutuhkan pemikiran dan kajian yang sangat panjang. Namun jika hal ini tidak
kita mulai, maka ummat Islam khususnya di Indonesia tidak akan maju dan akan
tertinggal oleh ummat lain,na’udzubillah. Oleh karena itu, pengembangan
harta benda wakaf secara kolektif diharapkan dapat menumbuhkan semangat kerja para
nadzir dan menumbuhkan rasa optimisme pada ummat Islam sendiri untuk terus
bangkit dan maju. Wallua’lam bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar