Senin, 19 Oktober 2015

Sudah Saatnya Umat Islam Memiliki Asset Wakaf Sendiri

Oleh Ahmad Dzawil Faza

Pengelolaan wakaf produktif yang dilakukan oleh beberapa lembaga nadzir yang ada harus dievaluasi dan ditingkatkan terus menerus. Nadzir yang diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk menghimpun dan mengembangkan harta benda wakaf harus dapat menunjukkan kinerja yang optimal. Tidak hanya sekedar menerima harta benda wakaf dan mengembangkan begitu saja kemudian diabaikan tanpa adanya pemeliharaan secara berkala terhadap harta benda wakaf tersebut. Memang menjadi permasalahan klasik dan terus berulang harta benda wakaf yang akhirnya rusak atau bahkan dari awal tidak ada rencana atau studi terkait dengan pengembangan harta benda wakaf. Jika mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan berfikir manusia, seharusnya hal – hal tersebut sudah tidak terjadi lagi.
Permasalahan yang lain yang dihadapi dalam pengembangan harta benda wakaf adalah lembaga  - lembaga nadzir yang ada masih saling egois, berjalan dengan program pengembangan masing – masing atau bahkan berkompetisi membangun sebuah asset yang besar. Sudah seharusnya ummat Islam khususnya di Indonesia memiliki asset sendiri yang dihasilkan dari penghimpunan wakaf produktif dan dikelola secara profesional. Seperti di negara tetangga Singapura yang sudah menerapkan ini sejak beberapa tahun lalu.
Jika di dalam dunia perbankan dikenal istilah pembiayaan sindikasi, maka dalam wakaf pun seharusnya ada program jangka panjang yaitu pembangunan gedung baik apartemen, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, atau lain sebagainya yang asset – asset tersebut dibangun dari dana wakaf yang dikelola oleh gabungan lembaga – lembaga nadzir di Indonesia. Kenapa harus gabungan beberapa nadzir (kolektif) ? karena melihat kekuatan khususnya di dalam penghimpunan masing – masing nadzir masih sangat terbatas, sedangkan dana yang digunakan untuk membangun asset  - asset tersebut sangat besar, maka perlu kerjasama oleh beberapa nadzir. Adapun untuk pengelolaan asset – asset tersebut dapat dilakukan oleh pihak ketiga (manajamen gedung yang profesional) yang ditunjuk oleh nadzir dengan perjanjian pengelolaan yang jelas dan saling menguntungkan satu sama lain. Untuk selanjutnya, hasil atau surplus wakaf tersebut dapat disalurkan ke dalam masing – masing program sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing – masing nadzir. Atau untuk distribusi surplus wakaf dapat dilihat dari porsi penghimpunan wakaf masing – masing nadzir. Hal ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal, sehingga menghindari terjadinya konflik dan lain sebagainya.
Badan yang berwenang dalam hal ini adalah Badan Wakaf Indonesia (BWI) seharusnya melihat potensi ini dan mengajak seluruh pihak khususnya nadzir – nadzir yang sudah berpengalaman untuk ikut aktif dalam pengembangan harta benda wakaf secara kolektif. Ummat Islam sudah saatnya memiliki asset wakaf sendiri yang didukung oleh semua pihak dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat muslim sendiri baik untuk bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial, dan lain sebagainya.

Penerapan ini juga akan sangat membutuhkan pemikiran dan kajian yang sangat panjang. Namun jika hal ini tidak kita mulai, maka ummat Islam khususnya di Indonesia tidak akan maju dan akan tertinggal oleh ummat lain,na’udzubillah. Oleh karena itu, pengembangan harta benda wakaf secara kolektif diharapkan dapat menumbuhkan semangat kerja para nadzir dan menumbuhkan rasa optimisme pada ummat Islam sendiri untuk terus bangkit dan maju. Wallua’lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar